Pemilihan jenis atap pada bangunan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan geografis di setiap daerah. Di wilayah tropis dengan curah hujan tinggi seperti Indonesia, atap dengan kemiringan yang cukup curam sering digunakan untuk mempercepat aliran air dan mencegah kebocoran. Sementara itu, di daerah dengan suhu tinggi, seperti gurun atau dataran rendah, material atap yang dapat memantulkan panas seperti genteng tanah liat atau genteng metal dengan lapisan reflektif lebih disukai untuk menjaga suhu dalam ruangan tetap sejuk.

Di daerah pegunungan atau bersuhu dingin, penggunaan atap yang dapat menahan suhu rendah dan beban salju menjadi prioritas. Atap berbahan logam atau aspal sering dipilih karena tahan terhadap kondisi ekstrem serta dapat mencegah kebocoran akibat pencairan es. Selain itu, kemiringan atap yang curam juga diperlukan untuk menghindari penumpukan salju yang dapat membebani struktur bangunan. Pemilihan warna atap juga penting, di mana warna gelap lebih sering digunakan untuk menyerap panas matahari dan menjaga kehangatan dalam rumah.

Selain mempertimbangkan faktor iklim, aspek keberlanjutan juga semakin diperhitungkan dalam pemilihan atap. Material ramah lingkungan seperti atap hijau (green roof) dan panel surya mulai banyak digunakan di daerah perkotaan untuk mengurangi panas serta menghasilkan energi terbarukan. Di daerah pesisir, atap berbahan serat alami atau anyaman bambu menjadi alternatif untuk menjaga sirkulasi udara dan mengurangi dampak korosi akibat udara asin. Dengan memilih atap yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, bangunan tidak hanya lebih tahan lama tetapi juga memberikan kenyamanan optimal bagi penghuninya.